Napi Jadi Bandar Narkoba Terkesan Pembiaran

02-02-2015 / KOMISI III

Anggota Komisi III Wenny Haryanto mengaku tidak habis pikir bagaimana seorang narapidana narkoba, bahkan yang sedang menunggu vonis hukuman mati masih bisa mengendalikan bisnis obat terlarang dari balik jeruji di Lembaga Pemasyarakatan. Baginya kondisi ini terkesan pembiaran atau bahkan kesengajaan.

 

"Kok bisa seorang narapidana bisa mengatur peredaran sabu dari penjara, masih bisa jadi bandar padahal sedang menunggu vonis mati. Bagi saya ini terkesan pembiaran atau kesengajaan," kata politisi Fraksi Partai Golkar ini dalam rapat dengar pendapat dengan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (2/1/15).

 

Ia juga meminta kepada Kepala BNN mengungkap informasi, apa yang terjadi sebenarnya di balik jeruji ketika para terpidana hukuman mati ini menanti masa eksekusinya bahkan ada yang sampai belasan tahun. Wakil rakyat dari dapil Jabar VI ini juga menekankan dalam kondisi bangsa menghadapi darurat narkoba, BNN patut melakukan langkah luar biasa untuk menunjukkan kondisi ini memang kritis.

 

Bicara pada kesempatan yang sama anggota Komisi III dari Fraksi Partai Hanura Syarifudin Sudding bahkan tegas meminta pertanggungjawaban BNN yang sejak tahun 2011 telah mengumumkan tahun 2015 sebagai tahun Indonesia Bebas Narkoba. "Ternyata dalam forum rapat ini Kepala BNN mengatakan tahun ini masih darurat narkoba. Anggaran BNN cukup besar ternyata tidak ada manfaatnya," tandasnya.

 

Ia meminta BNN menjelaskan mengapa target Indonesia Bebas Narkoba sesuai Inpres no.12/2011 tidak dapat terwujud. Sudah sepatutnya hal ini menjadi evaluasi dari Komisi III, jangan sampai uang rakyat yang telah dikucurkan tidak ada hasilnya.

 

Kepala BNN Komjen Pol Anang Iskandar menjelaskan bisnis narkoba adalah peredaran gelap yang merupakan rantai antara supply dan demand. Ia mengakui menemukan sejumlah kasus ada bandar narkoba yang mengendalikan jaringan bisnisnya dari dalam penjara.

 

"Oleh karena itu peralatan komunikasi dalam Lapas harus dilarang. Iya ada peran petugas Lapas tetapi saya bisa buktikan hanya perkasus bukan general. Sipir ini ada yang bermasalah sehingga akhirnya ada yang dipecat, sekali lagi ini kasuistis," kata dia. (iky) foto: rizka/parle/hr

BERITA TERKAIT
Restorative Justice dan Plea Bargaining Perlu dalam UU KUHAP yang Baru
24-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Batam - Komisi III DPR RI menilai revisi UU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) harus memuat mekanisme penyelesaian...
Gilang Dorong Revisi UU KUHAP Segera Rampung: Jangan Molor hingga 2026
24-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Batam - Anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez, menekankan pentingnya percepatan penyelesaian revisi UU Kitab Undang-Undang Hukum Acara...
Rudianto Lallo: Advokat Bukan Pelengkap, Harus Jadi Pilar Keadilan dalam Revisi KUHAP
24-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Batam - Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo menilai bahwa peran advokat sering dipandang sebelah mata dalam sistem...
Hinca: KUHAP Lama Menganut Teori Machiavelli
22-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Medan - Komisi IIII DPR RI sedang giat menjaring masukan dan perspektif baru dalam memperbaiki Kitab Hukum Acara Pidana...